Mengenal dan Mengetahui Gejala Stunting Anak
Anak Terlihat Lebih Pendek dari Teman Sebaya? Waspadai Gejala Stunting
Umumnya, para orangtua mengamati pertumbuhan anak hanya berdasarkan pada berat badan saja. Anak dianggap sehat apabila berat badannya cukup atau pipinya yang tembam saja. Kini sudah saatnya para orangtua menambahkan tinggi badan dalam daftar pengamatan mereka sebab aspek ini menjadi salah satu faktor untuk mengetahui kecukupan nutrisi. Hubungannya dengan kondisi yang disebut dengan stunting.
Baca juga : Ingin Anak Doyan Makan? Ini Cara Mudah yang Bisa Anda Lakukan
Mengenal Gejala Stunting dan Proses Terjadinya
Stunting sendiri merupakan pertumbuhan tinggi badan yang kurang normal, dimana tinggi badan anak kurang seimbang dengan umurnya. Dengan kata lain, stunting adalah kondisi gangguan pertumbuhan pada anak sehingga yang tubuhnya lebih pendek dibanding teman-teman seusianya.
Anak yang pendek bisa jadi pertanda bahwa ia mengalami masalah gizi kronis pada masa pertumbuhan tubuhnya. Stunting ini harus segera ditangani terutama pada anak yang usianya di bawah 2 tahun. Hal ini karena sekali saja stunting terjadi, maka kondisinya tidak dapat dipulihkan seperti kondisi semula.
Anak dikatakan mengalami stunting apabila tinggi badannya menunjukkan di bawah -2 Standar Deviasi (SD). Penilaian ini umumnya berdasar pada grafik pertumbuhan anak (GPA) yang diterbitkan oleh WHO.
Tubuh yang terlalu pendek di bawah standar normal anak, adalah akibat dari keadaan kurang gizi yang berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama. Kekurangan gizi yang tak segera membaik kemudian menyebabkan pertumbuhan tinggi badan pada anak terhambat dan terjadilah stunting.
Jadi dapat disimpulkan bahwa stunting hanya bisa terjadi apabila tubuh anak kurang asupan nutrisi harian dalam waktu yang lama. Atau dapat dikatakan bahwa belum tentu anak yang tubuhnya pendek, pasti mengalami stunting.
Mengetahui Penyebab Stunting pada Anak
Stunting terjadi sebagai hasil dari sejumlah faktor yang terus terjadi pada masa lalu. Faktor-faktor ini bisa saja berupa asupan gizi yang kurang atau bahkan gizi buruk, terkena penyakit infeksi berkali-kali, dan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).
Perlu diketahui pula bahwa kondisi kurang gizi pada anak ini bisa saja dimulai sejak sang anak masih berada dalam kandungan ibu. Jadi kondisi ini tidak selalu terjadi setelah anak tersebut lahir saja. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa setidaknya 20% dari kasus stunting sudah terjadi sejak bayi masih dalam kandungan.
Kondisi bayi kurang gizi ini disebabkan lantaran asupan ibu selama masa kehamilan yang kurang bergizi dan kurang berkualitas. Dengan demikian, nutrisi yang diterima oleh janinpun cenderung juga sedikit pula. Terhambatnya pertumbuhan dalam kandungan ini pun terus berlanjut hingga kelahiran.
Kasus stunting yang juga bisa dikatakan biasa terjadi adalah kurang tercukupinya kebutuhan nutrisi anak saat ia masih berusia di bawah 2 tahun. Kondisi ini biasanya disebabkan karena tidak diberikannya ASI eksklusif atau pemberian MP-ASI (Makanan Pendamping ASI) yang kurang bergizi atau kurang berkualitas. Kurangnya asupan makanan dengan kandungan seoerti zinc, zat besi dan protein di usia Balita juga disebut sebagai faktor penyebab stunting.
Gejala Kondisi Stunting pada Anak
Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa gejala utama dari kondisi stunting adalah tubuh anak yang lebih pendek dari teman-teman seusianya, atau di bawah rata-rata. Apabila orangtua terus mengamati tumbuh kembang anak sejak lahir, maka untuk mengetahui tinggi atau pendeknya tubuh sang anak akan lebih mudah.
Sementara gejala ataupun penanda lain dari gangguan pertumbuhan ini diantaranya;
- Berat badan anak yang tidak bertambah, atau bahkan cenderung berkurang.
- Perkembangan tubuh yang telat.
- Menarche (menstruasi pertama anak).
- Mudahnya anak mengalami berbagai penyakit infeksi.
Untuk mengetahui kesesuaian tinggi badan anak, orangtua harus memeriksakan anak ke pelayanan kesehatan secara rutin. Entah itu menggunakan jasa dokter, bidan, Posyandu, maupun Puskesmas tiap bulan. Pilih fasilitas kesehatan dimana anak merasa paling nyaman agar proses pemeriksaan menjadi lebih mudah.
Dampak Stunting pada Anak
Stunting pada anak, apabila tidak dengan segera ditangani dengan cepat dan tepat akan memengaruhi pertumbuhannya sampai dewasa kelak. Sayangnya lagi, dampak dri gangguan tersebut tak hanya mempengaruhi fisik anak saja. Beberapa risiko yang harus dihadapi anak dengan kondisi stunting ini antara lain
- Sulit belajar.
- Lemah dalam hal kognitif.
- Mudah lelah dan kurang lincah jika dibanding anak-anak lain yang seumuran.
- Lebih rentan terhadap berbagai penyakit infeksi dikarenakan sistem imun yang cenderung lemah.
- Juga lebih rentan terhadap berbagai penyakit kronis, seperti diabetes, penyakit jantung, kanker dan sebagainya setelah dewasa.
Tak hanya itu, saat mereka dewasa, anak tersebut cenderung memiliki tingkat produktivitas yang lebih rendah bahkan sulit bersaing di dunia kerja. Khusus untuk anak perempuan dengan kondisi stunting, mereka lebih berisiko menghadapi masalah kesehatan serta perkembangan pada keturunannya (maternal stunting).
Kondisi bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan kondisi stunting berisiko mengalami komplikasi medis serius atau bahkan terhambatnya pertumbuhan. Perkembangan saraf serta kemampuan intelektual bayi mereka bisa terhambat selain halnya memiliki panjang badan yang kurang. Dan tak menutup kemungkinan pula, stunting yang dialami sejak kecil, membuat bayi tersebut juga terus mengalami hal yang sama hingga ia semakin dewasa.
Sebagai kesimpulan, mengamati proses tumbuh kembang anak seyogyanya tak hanya berdasar pada berat badan saja, melainkan juga mengamati tinggi badannya. Hal ini perlu lebih diperhatikan bagi anak yang masih dalam kandungan dan anak yang masih berusia di bawah 2 tahun. Masa dimana pertumbuhan menjadi hal yang sangat krusial.